Mikrokonidium terbentuk sangat banyak, pada umumnya bersel tunggal, berbentuk oval sampai ginjal dan terbentuk pada false head. Makrokonidium sangat melimpah, berbentuk sabit yang ramping, dinding tebal dan halus, dengan apikal sel yang runcing dan foot-shaped (menukik) pada bagian sel bawahnya. Untuk klamidiospora terbentuk secara terpisah atau berpasangan (Kistler, 1997).
Nah, setelah kalian mengenali si jamur Fusarium oxysporum saya akan menjelaskan bagaimana si jamur ini menginfeksi tanaman cabai.
Mekanisme yang terjadi seperti ini :
Patogen terbawa tanah yang masuk ke dalam jaringan tanaman melalui akar. Setelah masuk ke dalam akar, jamur akan berkembang sepanjang akar menuju ke batang dan meluas ke jaringan pembuluh. Pembusukan pada akar atau jaringan pengangkutan menyebabkan penyerapan air dan hara dari dalam tanah terganggu sehingga tanaman akhirnya menjadi layu akibat kekurangan cairan. Tanaman layu mempunyai gejala daun berwarna kuning, kemudian kecoklatan dan akhirnya mati (Departemen Pertanian, 2010).
Setelah terinfeksi dan sebelum tanaman cabai tersebut mati memiliki gejala-gejala yang muncul, gejala yang muncul yaitu yaitu tulang-tulang daun menjadi berwarna pucat, terutama daun-daun yang berada di pucuk. Setelah tulang-tulang daun menjadi berwarna pucat kemudian akan diikuti dengan menggulungya daun yang lebih tua atau dapat disebut sebagai epinasti, hal tersebut menyebabkan merunduknya tangkai daun dan tanaman cabai menjadi layu keseluruhan (Semangun, 2000).
Ada perbedaan gejala yang terjadi akibat jamur ini pada tanaman cabai yang masih muda dan yang sudah dewasa. Pada tanaman cabai yang masih muda jika terinfeksi Fusarium oxysporum akan menyebabkan matinya tanaman cabai secara mendadak, karena yang diserang pada bagian pangkal batang dan mengalami kerusakan. Sedangkan untuk tanaman cabai yang sudah dewasa jika terinfeksi Fusarium oxysporum masih dapat bertahan dan membentuk buah tetapi hasilnya sangat sedikit dan berukuran kecil (Semangun, 2000). Atau ada juga yang mengatakan bahwa Fusarium oxysporum akan menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau terinfeksi (Departemen Pertanian, 2010).
Gambar 1. Tanaman cabai yang menjadi
layu
Waah
guys tentunya para petani tanaman cabai tidak mau mengharapkan hal tersebut
terjadi, karena benar-benar akan berdampak pada turunnya pendapatan.
Nah
dari penjelasan diatas akan muncul lagi sebuah pertanyaan “Lalu, apakah ada
cara ataupun pencegahan agar si Fusarium
oxysporum tidak menginfeksi tanaman cabai?’’
Tentunya di zaman yang sudah modern ini ada cara yang dapat dilakukan oleh para
petani agar tanaman cabai bisa terhindar dari si kapang Fusarium oxysporum ini.
Gambar
1. Pengamatan mikroskopik pada Fusarium
oxysporum. (Sastrahidayat, 2013).
Pada
gambar diatas terlihat adanya klamidiospora, klamidiospora merupakan salah satu
dari tiga tipe jenis spora pada Fusarium
oxysporum. Klamidiospora sendiri dapat bertahan lama dalam tanah bekas
tanaman inang yang sudah mati meskipun tanpa tanaman inang yang cocok (Nelson,
1993). Karena klamidiosora merupakan sumber awal inokulum yang menyebabkan
munculnya penyakit pada awal penanaman maka harus dilakukan pengurangan
populasi klamidiospora. Pengurangan populasi klamidiospora dapat dilakukan
dengan cara pemberian fungisida asam fosfit dan alumunium-fosetil. Fungisida
asam fosfit dan alumunium-fosetil memiliki sifat fungistatik yang berarti hanya
dapat menghambat pertumbuhan jamur tidak sampai ketahap dimana fungisida ini
dapat membunuh jamur. Bagian pertumbuhan yang dihambat yaitu pada miselium,
jika didalam tanah sudah diberikan fungisida asam fosfit dan alumunium-fosetil
maka pertumbuhan inokulum dapat dikurangi sehingga bibit tanaman cabai akan
sehat pada awal penanaman.
Nah,
diatas merupakan pencegahan agar tanaman cabai tidak terserang Fusarium oxysporum. Jika kalian semua
bertemu ataupun bertegur sapa dengan petani, cobalah untuk memberikan informasi
ini kepada petani tanaman cabai agar para petani dapat meminimalisir layunya
tanaman cabai dan juga tidak akan mengalami kerugian finansial. J
Terakhir,,,,
sekian penjelasan dari saya. Untuk kalian semua jaga kesehatan, rajin cuci
tangan dan terapkanlah social distancing
selama virus COVID-19 masih menyebar. J
Daftar Pustaka :
Abd-Elsalam, K.A., M.A. Abdel-Satar, & I.N. Aly. 2003. PCR
Identification of Fusarium Genus Based on Nuclear Ribosomal-DNA Sequence Data. African Journal of Biotechnology 2: 82-85.
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit
Tumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Alabouvette, C., I. Avelange, V. Edel, G. Laguerre, & C. Steinberg.
1995. Comparison of Three Molecular Methods for the Characterization of Fusarium oxysporum Strain. Phytopathology 85: 579-585.
Arie, T. & Y. Hirano. 2006. PCR-based Differentiation of Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici and radicis-lycopersici and Races of F. oxysporum f.sp. lycopersici. The Phytopathological Society of Japan 72: 273-283.
Bogale, M., E.T. Steenkamp, B.D. Wingfield, & M.J. Wingfield. 2006.
Characterization of Fusarium oxysporum
Isolates from Ethiopia Using AFLP, SSR, and DNA Sequence Analyses. Fungal Diversity 23: 5-66.
Choi, Y.K., H.J. Kim, & B.R. Min. 2001. Variation of Intergenic
Spacer (IGS) Region of Ribosomal DNA among Fusarium
oxysporum formae speciales. The
Journal of Microbiology 39: 265-272.
Departemen Pertanian. 2010. Perbanyakan
Cendawan Menggunakan Media Beras. Diakses melalui https://www.pertanian.go.id/ pada hari Rabu, 18 Maret 2020 pukul 14 : 54 WIB.
Gunn, L.V., J.L. Smith-White, & B.A. Summerell. 2001. Analysis of
Diversity within Fusarium oxysporum
Populations Using Molecular and Vegetative Compatibility Grouping. APPS
30: 153-157.
Kistler, H.C. 1997. Genetic Diversity in the Plant-pathogenic Fungus
Fusarium oxysporum. Symposium Population Genetic of Soilborne Fungal Plant
Pathogens. Phytopathology 87:
474-479.
Nelson, P.E. 1993. Taxonomy of Fungi
in the Genus Fusarium with Emphasis on Fusarium oxysporum. St. Paul,
Minnesota : APS Press.
Sastrahidayat, Ika R. 2013. Penyakit
Tanaman Sayur-sayuran. Malang : Universitas Brawijaya Press.
Semangun, H. 2000. Pengantar Ilmu
Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Tiara Ayuning Dirindra/18308141006/Biologi B
|
Komentar
Posting Komentar