Apa yang
muncul pertama kali di pikiran kalian saat mendengar kata lapisan dermis?
Yup…benar
sekali lapisan dermis adalah lapisan kedua pada kulit setelah epidermis, lalu jika dengan kata
dermatofita, apa yang saat ini ada di pikiran kalian ?
Dermatofita
adalah kelompok jamur yang menginfeksi hanya jaringan keratin superfisial
seperti kulit, rambut dan kuku. Oleh karena itu dermatofita disebut sebagai jamur
keratinofilik. Jamur dermatofita mempunyai kemampuan unik untuk memanfaatkan
dan mencerna keratinin yang berukuran besar dengan kapasitasnya.
Dermatofita
menghasilkan enzim keratinase. Kebanyakan jamur dermatofita sangat mirip satu
sama lain dalam banyak hal, termasuk antigen permukaan. Saat identifikasi terletak
terutama pada morfologi konidia, pengaturan dan properti kolonialnya. Jamur dermatofita
yang menyebabkan infeksi pada manusia terdiri dari 41 spesies yang termasuk 3
genus jamur yaitu Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum. (Kurniati,
2008).
Lalu jamur apa saja yang termasuk
dalam dermatofita?
Dermatofita
teridiri dari tiga genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermofiton.
Dari 41 spesies dermatofita yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang, yang terdiri dari 15 spesies
Trichophyton, 7 spesies Microsporum dan satu spesies Epidermofiton. Tinea capitis predominan pada anak prepubertas
dengan rentang usia antara 3-14 tahun, dan jarang mengenai individu dewasa,
yang mana anak laki-laki lebih sering terkena daripada anak perempuan.Sumber
penularan dapat berasal dari manusia ( antropofilik ), hewan (zoofilik), dan
tanah (geofilik). Cara penularan dapat terjadi secara tidak langsung melalui
fomite seperti sisir, topi, sarung bantal, mainan dan kursi teater.
Nah..Kali ini yang akan dibahas adalah
dari genus trichophyton, yaitu Trichophyton
rubrum.
Trichophyton rubrum
Jamur
sangat erat kaitannya dengan manusia, Jamur bisa hidup dan tumbuh dimana saja,
baik di udara, tanah, air pakaian, bahkan ditubuh manusia sendiri.Indonesia
sebagai negara tropis menjadi lahan subur tumbuhnya jamur khususnya jamur Trichophyton rubrum.Oleh sebab itu,
penyakit-penyakit akibat jamur ini seringkali menjangkiti masyarakat.
Trichophyton rubrum menyerang
jaringan kulit dan menyebabkan infeksi kulit antara lain : Tinea Pedis (“Athlete’s
Foot”) yang berlokasi diantara jari-jari kaki, dan telapak kaki infeksi ini
banyak terdapat pada orang yang kerap memakai sepatu, Tinea Cruris
(“Jocktitch”) yang berlokasi dilipatan paha, Tinea Barbae yang berlokasi
dirambut janggut, dan Tinea Ungunium yang berlokasi di kuku tangan maupun kaki.
Kita dapat mencegah infeksi jamur dengan selalu memperhatikan kebersihan diri
dan menjaga kekebalan tubuh (Jawetz, 2008).
Menurut Frobisher
and Fuert’s (1983) Trichophyton sp. dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Phylium : Askomykota
Class : Eurityomycetes
Order : Onygenales
Family : Arthroder mataceae
Genus :Trichophyton
Spesies : Trichophyton rubrum
Struktur sel Trichophyta rubrum
Secara
mikroskopis, Trichophyton sp.
memiliki hifa dengan beberapa percabangan, umumnya cabang-cabang yang dimiliki
pendek dan merupakan hasil dari pertunasan hifa. Hifa atau miselium tersebut umumnya
tidak bersekat, kecuali pada hifa yang akan membentuk atau menghasilkan konidia
Konidia yang dimiliki Trichophyton sp.
dapat berbentuk makrokonidia maupun mikrokonidia. Makrokonidia yang dimiliki
berbentuk pensil dan terdiri dari beberapa sel, sedangkan mikrokonidia
berbentuk lonjong dan berdinding tipis. Jamur Trichophyton sp. pada media pertumbuhan memperlihatkan hifa atau miselium
yang halus berwarna putih dan tampak seperti kapas meskipun kadang dapat juga
berwarna lain tergantung dari pigmen yang dimilikinya (Saputra, 2014).
Trichophyton rubrum menginfeksi rambut,
kulit dan kuku, membentuk makrokonidia silindris dengan dinding tipis, halus,club-sheped
dengan 8-10 septum dengan ukuran 4 x 8 – 8 x 15 µm dan mikrokonidia yang khas
berbentuk bulat, piriform ( teardrop-shaped), atau clavate (club shaped) dengan
ukuran 2-4 µm. Koloni tipikal Trichophyton
rubrum mempunyai permukaan seperti kapas yang berwarna putih dan mempunyai
pigmen tidak dapat berdifusi berwarna merah pekat bila dilihat dari sisi koloni
sebaliknya. Mikrokonidia berukuran kecil dan piriformis (berbentuk buah pir)
(Jawetz, 2008:641).
Makroskopis Trichophyta rubrum
![]() |
mikrokonidiospora (berbentuk
piriforms)
|
Reproduksi Trichophyta rubrum
Mengutip dari
kompas , sebuah temuan terbaru yang dipublikasikan di jurnal genetics ,
(rabu,21/2/2018) menyebut bahwa infeksi jamur yang menyebabkan kurap merupakan
tanda reproduksi aseksual atau mengkloning diri sendiri.
Dalam penelitian
ini , mereka mengumpulkan 135 sampel jamur dari seluruh dunia dan melakukan
melakukan pengamatan terhadap jamur T.rubrum
bukanlah hal yang mudah dilakukan , mereka mencoba mengawinkan mikroba di
laboratorium yang berpotensi terjadinya perkawinan. Setelah 5 bulan ,tim
peneliti tidak menemukan apapun ,organisme yang dipasangkan itu tidak melakukan
reproduksi seksual .
Mereka menemukan dua genom spesies
T. rubrum yang dipilih secara acak identic 99,97% ,yang menunjukan bahwa jamur
ini melakukan reproduksinya secara aseksual
Reproduksi aseksual pada
Trichophyton rubrum ini menggunkan konidiospora (Hujjatusnaini, 2012) :
1. . Kotak
spora yang berisi spora matang akan pecah dan menyebarkan spora
2. Spora
yang jatuh ditempat yang tepat berkembang menjadi hifa jamur vegetative
3. Hifa
kemudian membentuk miselium dan membentuk konidiospora
4. Konidiospora
kemudian membentuk kotak spora dan menghasilka spora kembali
Persebaran jamur T. rubrum
Trichophyton rubrum (T. rubrum) adalah
dermatofit yang berperan paling dominan
yang menyebabkan sebagian besar infeksi jamur superfisial di seluruh dunia
(Madrid, et al,. 2011). Dermatofit adalah bagian dari jamur yang memiliki
kemampuan untuk menyerang jaringan keratin, seperti kulit, rambut, dan kuku (Bressani,
et al,. 2012). Sekelompok jamur dapat
menyebabkan infeksi di mana saja pada kulit. Namun, mereka paling sering
menyerang pada bagian kaki, daerah inguinal, ketiak, kulit kepala, dan kuku.
Hasil infeksi pada gejala ringan sampai sedang gejala dermatologis, dengan berbagai
tingkat keparahan infeksi. Variasi tersebut diyakini akibat dari respon imun
tubuh untuk melawan mikroorganisme. Respon ini ditimbulkan oleh keratinosit,
yang merupakan garis pertahanan pertama terhadap mikroorganisme, seperti T.
rubrum.
Manifestasi dari
T. rubrum, seperti tinea pedis, tinea
cruris, dan tinea corporis, penyakit manusia kulit yang paling umum tampak di
seluruh dunia. Sekitar 80% dari pasien dengan respon dermatofitosis akut, baik
terhadap pengobatan anti jamur topikal. Namun, kemudian 20% sisanya ke dalam
keadaan kronis dermatofitosis, yang resisten terhadap pengobatan antijamur
Sebagian besar kasus tinea pedis
yang disebabkan oleh dermatofita jamur yang menyebabkan infeksi di superfisial
kulit dan kuku dengan menginfeksi keratin dari lapisan atas epidermis di kaki .
Tinea ini paling
sering disebabkan oleh spesies anthropophilik seperti Trichophyton rubrum (80 %), Tricophyton
mentagrophytes (20%), Epidermophyton floccosum (10%) dan oleh M. canis dan T. Tonsurans jarang terjadi
yang diteliti oleh British Infection Association (Chadwick P, 2013).
Tinea capitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala dan folikel
rambut dengan agen penyebab yang paling sering berasal dari 2 genus yaitu
Tricophyton dan Microsporum.Spesies penyebab tinea kapitis dapat berubah
seiring dengan waktu dan berbeda-beda pada tiap-tiap negara.11Terdapat berbagai
macam variasi lokal agen penyebab tinea kapitis di dunia dengan spesies
Tricophyton tonsurans menempati urutan pertama dan diikuti oleh Microsporum
canis.
Tricophyton tonsurans merupakan penyebab tersering tinea kapitis sejak
tahun 80-an pada hampir 90% kasus. Di Eropa, Microsporum canis merupakan agen
penyebab tinea kapitis tertinggi dan diisolasi pada 80% kasus. Di Asia sendiri Tricophyton violaceum predominan di
India dan Pakistan. Jamur dermatofita yang paling sering terisolasi didunia
yaituTricophyton rubrum merupakan agen penyebab tersering pada tinea korporis,
tinea pedis dan tinea unguium, namun sangat jarang ditemukan sebagai agen
penyebab pada tinea kapitis.3,12,13 Di Bali, Tricophyton rubrum merupakan agen penyebab tersering tinea kapitis
(37,5%), diikuti Microsporum audoinii (20,83%) dan Tricophyton mentagrophytes(12,5%). (Gholib, D. 2009)
Daftar pustaka
Bressani, V.O., Santi, T.N.,
Domingues-Ferreira, M., Almeida, A., Duarte, A.J.S., (2013 May) Characterization of the cellular
immunity in patients presenting extensive dermatophytoses due to Trichophyton rubrum. Mycoses. 2013 May :
56(3):281-8.
Chadwick P (2013) Fungal infection
of the diabetic foot: the often ignored complication. Diabetic Foot Canada 1(2): 20–4.
Frobisher and Fuert’s. 1983.
Mikrobiology in Health and Disease (14th edn).
Blackwell Scientific
Publication.
Osford:London
Gholib, D. 2009. Daya Hambat
Ekstrak Kencur (Kaemferia galanga L.) terhadap
Trichophyton
mentagrophytes
dan Cryptococcus neoformans Jamur
Penyebab Penyakit Kurap pada Kulit. Jurnal
Bul.Litro. 20 : 59-67
Hujjatusnaini, N. 2012. Uji Potensi
Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata
L.) terhadap Penghambatan Pertumbuhan
Trichophyton sp. Dosen STAIN Palangka
Raya.
Kurniati, dan Rosita, S.P.C. 2008.
Etiopatogenesis Dermatofitosis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Surabaya : FK UNAIR,
Vol. 20, No.3 Desember 2008.
Saputra, R. 2014. Pengaruh Jenis
Pelarut terhadap Jumlah Ekstrak dan Daya
Antifungi Daun Ketepeng Cina
(Cassia alata L.) terhadap Jamur
Trichophyton sp. Tesis. UIN Sultan Syarif Kasim, Riau.
NAMA : NUR RAHMASARI
NIM : 18308141049
KELAS : BIOLOGI E
Komentar
Posting Komentar