Langsung ke konten utama

Aspergillus flavus, pahlawan kecil solusi masalah lingkungan pendegradasi limbah logam pada revolusi industry 5.0



Berbicara mengenai tahun 2020,  seperti yang kita tau dunia sudah memasuki era revolusi industry 5.0. Konsep yang konon diuanggah pada era ini yaitu memanfaatkan Internet (IoT), data, dan artificial intelligence, serta kecerdasan buatan. Sayangnya, Pesatnya industrialisasi dan aktivitas manusia berdampak pada lingkungan. Salah satu dampak negatifnya berupa pembuangan limbah misalnya limbah logam berat yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Kasus polusi logam berat yang terjadi di Indonesia antara lain air laut yang tercemar air raksa, limbah industri (kasus Buyat), udara yang tercemar timbal (Pb) yang berasal dari kendaraan bermotor, dan lain-lain.
Kegiatan industri lainnya seperti industri logam, industri kimia, tekstil, pembuatan keramik, pembuatan baterai Ni-Cd, PVC, plastik dan reaktor atom merupkan sumber pencemaran logam berat kadmium di lingkungan (Darmono, 2001: 136). Kriteria  berbagai jenis logam berat yang berbahaya bagi manusia dengan prioritas paling berbahaya atau tinggi adalah Cd, Pb, dan Hg. Prioritas menengah yaitu Cr, Co, Cu, Ni, dan Zn. Sedangkan Al dan Fe merupakan prioritas rendah. Suhendrayatna (2001) mengemukakan the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi terhadap kesehatan manusia adalah Cd, Pb, dan Hg (Kumar.2006).
Pada topik kali ini akan berfokus pada logam kadmium. Logam kadmium berwarna putih kebiruan, mudah dibentuk, tidak larut air tetapi mudah bereaksi dengan asam nitrat. Logam ini teroksidasi lambat pada udara lembab membentuk kadmium oksida. Kadmium bersifat antikorosi sehingga banyak digunakan sebagai pelapis baja. Logam ini juga banyak digunakan dalam berbagai indutri seperi baterai alkalin, pigmen, plastik, solder perak, dan logam campuran.Seperti logam berat pada umumnya kadmium bersifat akumulatif dalam tubuh organisme dan dapat menyebabkan toksisitas akut dan kronis (Maman.2005). Kadmium bersifat toksik bagi organisme karena cenderung terjadi bioakumulasi pada rantai makanan (Kok et al,.2002). 
Nah, berbahaya sekali bukan? tapi tenang. Berkembangnya ilmu kajian mipa kususnya jamur (mikologi) telah berhasil menguak fakta baru yang solutif untuk permasalahan diatas. Yuk kita simak uraian di bawah ini.

A.    Siapa sih Aspergillus flavus itu ?
Aspergillus flavus adalah jamur. Tumbuh dengan memproduksi benang filamen bercabang seperti yang dikenal sebagai hifa. Jamur berserabut seperti Aspergillus flavus kadang-kadang disebut cetakan. Sebuah jaringan hifa yang dikenal sebagai miselium mengeluarkan enzim yang memecah sumber makanan yang kompleks. Molekul kecil yang dihasilkan diserap oleh myceilium untuk bahan bakar pertumbuhan jamur tambahan. Mata telanjang tidak dapat melihat hifa individu, tetapi tikar padat miselium dengan konidia (spora aseksual) sering dapat dilihat.

B.    Klasifikasi dan morfologi
Menurut Alexopoulus et al. (1996) taksonomi A. flavus  sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Class  : Ascomycetes
Order  : Eurotiales
Family  : Trichocomaceae
Genus  : Aspergillus
Species : Aspergillus flavus
Secara makroskopis pada media biakan, Aspergillus sp. akan tumbuh membentuk koloni granular, berserabut dengan beberapa warna tergantung pada jenisnya. Aspergillus fumigatus memiliki koloni berwarna hijau, Aspergillus niger berwarna hitam, dan Aspergillus flavus berwarna putih atau kuning (Jatwetz 2005).

  
Gambar 1. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp.
(sumber: http://lechenie.bg/wp-content/uploads/2015/02/Lechenie-aspergiloza-simptomi-890x395.jpg)

Namun, bila diamati secara mikroskopis, Aspergillus sp. ini akan terlihat adanya hifa bersekat dan bercabang. Pada bagian ujung hifa akan terlihat adanya konidiofor yang bentuknya seperti bunga. Konidiofor memiliki bagian yang membesar dan bulat di ujungnya yang disebut fesikel. Pada fesikel terdapat batang pendek yang disebut sterigmata. Pada sterigmata tumbuh konidia yang membentuk rantai yang berwarna hijau, cokelat atau hitam (Fardiaz.1992).
Aspergillus flavus thallusnya berupa hifa seperti tabung dengan dinding kaku dan terdapat protoplasma yang bergerak. Panjang hifa tidak terbatas tetapi diameternya berkisar 5-10 µm. Dinding sel berperan banyak misalnya menentukan bentuk, memproteksi dari lisis osmotik, saringan yang mengatur lewatnya molekul besar melalui ruang pori  dinding, jika mengandung pigmen akan dapat memproteksi sel dari radiasi, dapat sebagai sisi pengikatan untuk enzim (Deacon, 1997).
Pada komponen utama penyusun dinding sel Aspergillus flavus yaitu polisakarida, sejumlah kecil protein dan lipid. Polisakarida komponen fibrilnya berupa kitin (rantai panjang N-acetylglucosamine yang berikatan β-1,4) dan β-(1,3) dan β-(1,6) glucan. Komponen matriks dinding selnya berupa α(1,3) glukan dan galactomannoprotein (Deacon, 1997). 

C. Daur Hidup

Gambar 2. Siklus hidup Aspergilus sp.
(sumber: https://microbewiki.kenyon.edu/images/thumb/f/f0/A._nidulans_life_cycle.jpg/400px-A._nidulans_life_cycle.jpg)

Kapang Aspergillus flavus dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual. Reproduksi seksual terjadi melalui proses konjugasi. Mula-mula hifa membentuk gametangia jantan (anteridium) dan gametangia betina (askogonium). Anteridium dan askogonium saling mendekat dan membentuk saluran yang disebut trikogin. Nukleus anteridium masuk ke askogonium membentuk sel dengan dua inti. Sel ini kemudian tumbuh membentuk hifa yang disebut hifa askogonium dan menghasilkan tubuh buah yang disebut askokarp. Di dalam askokarp 2 inti membelah secara meiosis menghasilkan 8 askospora yaitu spora yang dihasilkan di dalam askus. Spora yang dihasilkan disebarkan oleh angin dan jika jatuh pada lingkungan yang sesuai akan segera tumbuh membentuk hifa. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan cara pembelahan, membentuk tunas, fragmentasi, dan membentuk konidia. Konidia yang dibentuk dapat tunggal atau berantai panjang pada ujung hifa khusus yang disebut konidiofor (Alexopoulus,1996).

 D. Biosopsi Ion Logam Kadmium oleh jamur Aspergillus flavus 
Kompleksitas struktur morfologi Aspergillus flavus menyebabkan banyak cara bagi Aspergillus flavus untuk dapat melakukan biosorpsi kadmium. Mekanisme biosorpsi bervariasi
dan masih intensif diteliti oleh banyak ahli. Dengan adanya variasi tersebut Ahalya et
al. (2002) mengemukakan mekanisme biosorpsi dapat diklasifikasikan berdasar:
1.     Kebergantungan terhadap metabolisme sel
a.     Mekanisme yang bergantung pada metabolisme (metabolism dependent)
b.     Tidak bergantung pada metabolisme (metabolism independent)
2.     Tempat logam terakumulasi
a.     Biosorpsi permukaan sel
b.     Akumulasi ekstraseluler
c.     Akumulasi intraseluler
Biosorpsi logam (kadmium) oleh fungi  termasuk Aspergillus flavus merupakan proses bifase yaitu tergantung metabolisme dan tidak tergantung metabolisme (Breierova et al., 2002: 634). Pengikatan awal logam (kadmium) diduga melibatkan dinding sel A. flavus , meskipun dalam beberapa kasus polimer ekstraseluler dapat terlibat. Pengikatan dapat berupa pertukaran ion, adsorption, kompleksasi, pengendapan, dan kristalisasi dalam struktur mikrofibril dinding sel A. flavus (Breierova et al. 2002: 634).
Menurut Suhendrayatna (2001: 5) proses biosorpsi kadmium secara alami dalam kondisi tanpa kendali umumnya terdiri dari 2 mekanisme yang melibatkan proses passive uptake dan active uptake.
1. Passive uptake
Vieira & Volesky (2000: 19) menyebutkan bahwa dinding sel fungi (A. flavus)  sangat efisien untuk biosorpsi ion logam (kadmium) karena adanya gugus-gugus fungsional yang dimilikinya. Polisakarida dinding sel A. flavus memiliki gugus amino, karboksil, fosfat, dan sulfat. Protein dan polisakarida yang terdapat pada dinding sel A. flavus sangat berperan penting dalam proses biosorpsi kadmium karena ikatan-ikatan kovalen termasuk juga dengan gugus amino dan karboksil. Gambar 1. memperlihatkan struktur kimia kitin yang merupakan penyusun utama dinding sel A. flavus. Kitin memiliki gugus amino dan karboksil yang berperan dalam proses biosorpsi kadmium.

Proses biosorpsi ini berlangsung bolak-balik dan cepat serta dapat terjadi pada sel A. flavus mati atau hidup dari suatu biomassa. Proses biosorpsi dapat lebih efektif dengan pengaturan pH tertentu dan keberadaan ion-ion lainnya di media sehingga logam berat dapat terendapkan sebagai garam terlarut. Biosorpsi kadmium secara umum berlangsung cepat, bolak-balik dan tidak tergantung faktor kinetik jika dikaitkan dengan penyebaran sel (Deacon.1997)
2.     Active uptake.
Proses ini dihambat dengan suhu rendah, tidak tersedianya sumber energi, dan penghambat-penghambat metabolisme sel A. flavus. Biosorpsi kadmium oleh sel A. flavus hidup terbatas karena akumulasi ion kadmium akan menyebabkan racun terhadap A. flavus. Hal ini biasanya akan menghambat pertumbuhan A. flavus akibat keracunan ion kadmium.   Proses biosorpsi diawali dengan pengikatan ion Cd2+  pada gugus sulfur (S) dari asam amino sistein pada dinding sel A. flavus. Setelah protein reseptor mengenali adanya logam asing (non esensial), gen akan mengkode pembentukan metallothionein dalam sel. Gambar 2. memperlihatkan struktur protein metallothienin. Protein metallothionein adalah protein tjionein pengikat logam memiliki berat molekul 6.000 sampai 7.000 dalton, mengandung 30% asam amino sistein. Kandungan sistein dan thiol yang tinggi menyebabkan protein tersebut memiliki daya afinitas yang kuat terhadap logam (Hildebrand et al., 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi biosorpsi kadmium oleh A. flavus
a.     Konsentrasi kadmium
Biosorpsi kadmium akan meningkat sejalan dengan kenaikan konsentrasi kadmium sampai binding site mengalami kejenuhan (Kok et al., 2002).
b.     Konsentrasi biomassa A. flavus 
Konsentrasi biomassa A. flavus rendah dapat menyebabkan kenaikan penyerapan kadmium, sebaliknya dapat terjadi. Semakin tinggi konsentrasi biomassa A. flavus maka semakin tinggi penyerapan kadmium tetapi dapat pula menyebabkan penurunan biosorpsi cadmium (Hildebrand et al., 1994).
c.     pH
Penelitian Kok et al (2002b: 475) menunjukkan bahwa nilai pH optimum untuk biosorpsi logam berat (Cd) tergantung pada strain A.
flavus yang digunakan. Biosorpsi kadmium oleh A. flavus 44-1 semakin tinggi seiring dengan kenaikan pH (pH 1 sampai 4 dan paling konstan pada pH 5). Hal ini diduga karena adanya kenaikan muatan negatif pada sel A. flavus sehingga menyebabkan proton (Cd2+) pindah ke sel.
d.     Suhu
Kenaikan suhu tersebut juga akan mempengaruhi sel A. flavus. Domsch (1980: 90) menyatakan bahwa suhu maksimal untuk pertumbuhan A. flavus berkisar 47-48 °C sehingga pada suhu 60 °C dimungkinkan telah banyak sel A. flavus yang mengalami kematian. Walaupun demikian proses biosorpsi masih tetap dapat berlangsung. Kok et al., (2002) mengemukakan bahwa penggunaan sel-sel mati sebagai biosorben dinyatakan lebih efektif karena gugus - gugus fungsional untuk berikatan dengan ion logam bertambah banyak. Hal ini dikarenakan kenaikan suhu dapat menyebabkan putusnya ikatan-ikatan yang ada pada penyusun dinding sel. 
e.     Keberadaan ion lain
Keberadaan kation logam tunggal dalam limbah industri jarang ditemukan. Biosorpsi biasanya digunakan untuk pengolahan limbah industri yang mengandung logam berat lebih dari satu karena itu biosorpsi satu jenis logam berat dapat dipengaruhi oleh keberadaan ion-ion lainnya. Sag (2001) mengemukakan bahwa keberadaan ion-ion lain akan mempengaruhi proses biosorpsi oleh fungi. Ion-ion lain tersebut dapat bersifat antagonistik atau sinergistik dengan kadmium. 

Oke, itu tadi diatas adalah uraian singkat mengenai jamur Aspergillus flavus, pahlawan kecil solusi masalah lingkungan pendegradasi limbah logam pada revolusi industry 5.0. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Salam scientist muda!

 
Daftar pustaka
Ahalya, N., T.V Ramachandra, & R.D Kanamadi. (2002). Biosorption of Heavy Metals. http://wgbiss.ces.iisc.ernat.in/energy/water/paper/biosorption/biosorption.htm (14 Juli 2006) .
Alexopoulus, C.J., Mims, C.W. & Blackwell, M. (1996). Introductory Mycology. 4th ed. John Wiley, New York.
Breireva, E., I. Vajczikova, V. Sasinkova, E. Stratilova, M. Fisera, T. Gregor, & J. Sajbidor (2002). Biosorption of cadmium ions by different yeast species. Z. naturforch 57©: 634-639.
Deacon, J.W. (1997). Modern Mycology. 3rd ed. Balckwell Science Ltd. Oxford: vi + 303.
Domsch, K.H., W. Gams & T.H. Anderson. 1980. Compendium of soil fungi. Vol 1. Academic Press, London: vii + 859 hlm.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 320 hal.
Hildebrand, C.E., B.D. Crawford, M.D. Enger (1994). Coordinate amplification of metallothienin I and II gene sequences in cadmium-resistant CHO variant. Environment health perpect 102(3): 107-113.
Jawetz, E., Melnick, J.L. & Adelberg, E.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E. B., Mertaniasih, N. M., Harsono, S., Alimsardjono, L., Edisi XXII, 327-335, 362-363, Penerbit Salemba Medika, Jakarta
Kok, K.H., M.I.A. Karim, A.B. Ariff, and S. Abd-Aziz. (2002b). Removal of cadmium, copper and lead from tertiary metals system using biomass of Aspergillus flavus strain 44-1. Pakistan Journal of Biological Sci. 5(4): 474-478
Kumar, S.M. (2006). Biosorption. http://www.cheresources.com/biosorption.shtml (14 Juli 2006)
Maman, R. (2005). Pendidikan Kesejahteraan keluraga intoksinasi. Yogyakarta: Jurdik Biologi FMIPA UNY
Sag, Y. (2001). Biosorption of heavy metals by fungal biomass and modelling of biosorption: A review. http://taylorandfrancis.metapress.com/index/WG46257331X70468.pdf
Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Seminar On-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001.
Vieira, R.H.S.F. and B. Volesky. (2000). Biosorption: a solution to pollution? Internatl Microbiol 3: 17-24

Khoirunnisa_18308144021_Biologi B 2018




x

Komentar


  1. Terimakasih ulasannya, sangat membantu, sy ingin bertanya, apakah jamur tersebut beracun (misal tangan kita secara tidak sengaja menyentuhnya)

    BalasHapus
  2. Ulasan sangat membantu , menambah informasi

    BalasHapus
  3. terimakasih untuk ulasannya,
    bisa menjadi tambahan wawasan untuk org2 awam sprti saya , ttp semangat ya penulis dlm mengulas info2 penting sprti ini...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aspergillus oryzae, Jamur Pembuat Sake dan Kecap

           Mungkin kalian pernah dengar minum khas Jepang yang bernama Sake? Atau mungkin kalian yang suka masak sering menggunakan salah satu bahan masak yaitu kecap? Apakah kalian tau kalau Sake dan kecap dibuat dari jamur yang sama yaitu Aspergillus oryzae ? Yuk mari kita mengenal lebih jauh lagi tentang Aspergillus oryzae . Klasifikasi, Morfologi dan Reproduksi Aspergillus oryzae             Menurut Suriawiria (1986), Jamur Aspergillus oryzae hidup saprofit atau parasit dengan masa berbentuk benang atau filamen, multiseluler, bercabang-cabang, dan tidak berklorofil. Masing-masing benang disebut hifa, dan kumpulan hifa biasa disebut miselium. Miselium Aspergillus oryzae bersekat-sekat. Koloni yang sudah menghasilkan spora warnanya menjadi coklat kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, atau kehitam-hitaman, miselium yang semula berwarna putih sudah tidak tampak lagi. taksonomi jamur Asperg...

Périgord Truffle ( Tuber melanosporum ) Si Harta Karun Hitam

Tuber melanosporum atau truffle hitam Périgord (bekas provinsi Perancis) , tumbuh bersimbiosis dengan sistem akar pohon ek dan hazelnut. Dengan harga pasar petani sekitar 1000 Euro per kg (harga 2010) dan harga eceran tiga atau empat kali lipatnya, truffle  adalah salah satu makanan mewah termahal di dunia. Jika truffle dipotong maka akan mengelurkan bau yang khas (tidak seperti kebanyakan bau jamur). Tetapi babi, anjing, dan hewan lain dengan penciuman yang sensitif daripada manusia  bisa mencium baunya dari atas tanah. Inilah sebabnya mengapa pemburu truffle profesional menggunakan babi atau anjing untuk membantu mereka menemukan sumber 'emas hitam' ini. Tuber melanosporum   dan Tuber magnatum memiliki aroma yang meniru hormon seks babi jantan. Itulah sebabnya di masa lalu pemburu truffle profesional menggunakan babi betina untuk membantu menemukan harta karun ini. Tetapi saat ini anjing telah menggantikan babi sebagai  pemburu truffle. Distribusi...

Mengenal Aspergillosis Infeksi Jamur yang Disebabkan oleh Aspergillus fumigatus!

MENGENAL ASPERGILLOSIS, INFEKSI JAMUR YANG DISEBABKAN OLEH  Aspergillus fumigatus   Apasih penyakit Aspergillosis itu?  😦         Jadi, penyakit  Aspergillosis merupakan suatu kelompok mikosis yang disebabkan oleh infeksi jamur spesies Aspergillus yaitu Aspergillus fumigatus .  Jamur ini dapat ditemukan di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan, khususnya pada pupuk kandang dan humus. Penyakit aspergillosis ini memiliki tingkat penyebaran yang cukup luas karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia ataupun hewan.       Aspergillosis terutama disebabkan oleh Aspergillus fumigatus , selanjutnya diikuti oleh Aspergillus flavus dan Aspergillus niger . Aspergillosis tergolong penyakit pernafasan, organ tubuh yang diinfeksi ialah paru-paru, kantong udara, dan trachea. Paru-paru yang baik berwarna merah jingga dan seperti spons, dapat terisi udara dengan baik. Paru-paru berukuran terlalu besar dapat terjadi ...