Aspergillus
giganteus, Pahlawan Lingkungan Masa Kini
Pernahkah kalian mendengar jamur yang
memiliki nama latin Aspergillus giganteus ?
“Aduuh, aku engga tau, aku taunya jamur
merang, jamur kuping, sama jamur panu !”
Naah, tenang-tenang. Lewat artikel ini
kita akan mengeksplorasi lebih jauh tentang jamur Aspergillus giganteus
yang ternyata memiliki banyak manfaat khususnya untuk mengatasi pencemaran
lingkungan, harapannya pengetahuan kita tentang jamur akan bertambah dan engga cuma tahu tentang jamur-jamur makroskopis aja
yaa.
Seperti
yang kita tahu, lingkungan kita saat ini memiliki berbagai permasalahan yang diakibatkan
oleh limbah-limbah yang dihasilkan dari berbagai kegiatan usaha, baik itu kegiatan
industri, perdagangan, sistem pengolahan air minum (SPAM), hingga kegiatan
pertambangan. Limbah yang dihasilkan tidak tanggung-tanggung, dapat
membahayakan kesehatan manusia dan mengganggu kestabilan ekosistem, contohnya
limbah merkuri (Hg) dan alumunium (Al) yang tergolong sebagai logam berat dan
logam (Ahmad, 2018).
Merkuri dapat menimbulkan masalah
serius bagi kesehatan manusia. Merkuri dapat terakumulasi dalam otak dan ginjal
sehingga pada akhirnya mengarah pada penyakit neurologis (Pramesti dkk, 2019). Begitu
juga dengan aluminium, keberadaan aluminium sebagai hasil sampingan pengolahan
air minum yang dibuang ke sungai sehingga terjadi akumulasi aluminium di badan
sungai dapat membahayakan kesehatan manusia dan mengganggu kelangsungan hidup
biota sungai (A.C. Guyton, 1996).
Namun kita patut bersyukur karena belakangan
ini banyak penelitian telah menemukan solusi untuk menangani permasalahan
limbah yang tidak ada habisnya ini. Yaitu penggunaan mikroorganisme sebagai
agen degradasi limbah, salah satunya yang akan kita sebut pahlawan lingkungan
masa kini, jamur Aspergillus giganteus.
Jadi, apa itu Aspergillus giganteus ?
Menurut Raper & Fennel (1997), Aspergillus giganteus merupakan kapang multiseluler berfilamen yang memiliki
tubuh nampak berserabut seperti kapas yang disebut dengan hifa. A. giganteus
mempunyai kepala pembawa yang besar dan bulat, konidia berwarna hitam, coklat
kehitaman atau ungu kecoklatan, dengan konidiofor yang banyak mengandung
pigmen. Kapang A. giganteus memiliki
konidia yang berwarna hitam atau cokelat-hitam (Samson dkk, 1995).
Kapang Aspergillus
giganteus memiliki kedudukan taksonomi sebagai berikut :
Divisio : Ascomycota
Sub Divisio : Myxomycotina
Kelas :
Eurotiales
Sub Kelas Ordo : Euascomycetidae
Famili :
Trichocomaceae
Genus :
Eurotiaceae
Spesies :
Aspergillus giganteus
(Alexopoulus dan Mims, 1979).
Bagian-bagian dari kapang ini tersusun
antara lain sel kaki, konidiofora, vesikel, sterigma, dan konidio sebagaimana bisa
dilihat pada gambar berikut :
Bagian-bagian
kapang A. giganteus
Source : budisma.net
Nah, sebenarnya kebanyakan spesies dari
genus Aspergillus ini menyebabkan kerusakan pada makanan, tetapi ada beberapa spesies
Aspergillus dapat dimanfaatkan untuk fermentasi makanan seperti pada fermentasi
pembuatan kecap dan tempe (Raper & Fennel, 1997). Selain digunakan sebagai
agen fermentasi pada makanan, banyak penelitian membuktikan kapang Aspergillus giganteus efektif sebagai
agen bioremediasi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan khususnya
masalah limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) (Primadipta & Titah, 2017).
“Limbah B3 ? BIoremediasi ? Aduh, bingung
deh..”
Singkatnya, limbah B3 adalah unsur yang
sudah tidak terpakai atau yang berasal dari hasil pembuangan yang sifatnya
berbahaya bagi lingkungan sekitar. Limbah B3 memiliki sifat korosif, irritated,
beracun bagi kesehatan makhluk hidup, mudah terbakar, mudah meledak, dan
reaktif pada senyawa-senyawa tertentu. Limbah B3 yang paling sering diproduksi oleh
industri adalah logam berat, contohnya merkuri (Hg) yang dihasilkan dari
penambangan emas dan alumunium hasil sampingan dari Sistem Pengolahan Air Minum
(SPAM) (environment-indonesia.com).
Tidak sedikit yang bisa dijumpai dari
adanya limbah dengan sebutan limbah beracun dan berbahaya atau limbah B3. Untuk
itu, tindakan pengelolaan limbah ini sangat diperlukan. Limbah B3 ini dapat diatasi dengan
melakukan berbagai upaya tertentu salah satunya dengan melakukan bioremediasi. Nah
yang dimaksud bioremediasi sendiri ialah proses penguraian limbah organik atau
anorganik secara biologi menggunakan organisme hidup, terutama mikroorganisme,
dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol atau mereduksi bahan pencemar
dari lingkungan (Vidali et al, 2001).
Kembali lagi ke pahlawan lingkungan
kita yaitu kapang Aspergillus giganteus,
berbagai penelitian telah membuktikan bahwa Aspergillus
giganteus dapat menunjukkan kemampuan untuk melakukan biotransformasi logam
berat. Mikroorganisme ini dapat mengubah mobilisasi merkuri dalam tanah. Fungi
memiliki kemampuan untuk menyimpan merkuri (Hg) dan juga menyekresikan asam
organik untuk meningkatkan mobilisasi logam berat (Pramesti, et al., 2019).
Lalu bagaimana Aspergillus giganteus bertindak sebagai agen bioremediasi ?
Microscopic
characteristics of A. giganteus at 400× magnification
(Hindersah,
Asda, Herdiyantoro, & Kamaluddin, 2018)
Mekanisme fungi dalam
menurunkan kadar merkuri di dalam tanah dilakukan dengan mengimobilisasi Hg
dalam tanah sehingga terikat pada dinding sel (Pramesti, et al., 2019).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan, diketahui bahwa terdapat spesies mikroorganisme yang dapat
berperan sebagai agen bioremediasi merkuri terutama pada tanah pertambangan
emas. Mekanisme remediasi yang dilakukan mikroorganisme terhadap merkuripun
bermacam-macam, seperti volatilisasi merkuri berbahaya, imobilisasi merkuri,
reduksi secara enzimatik, adaptasi dinding sel, serta pengubahaan menjadi
senyawa yang lebih aman. Mekanisme-mekanisme yang dilakukan mikroorganisme
tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak negatif polusi logam berat terutama
merkuri pada penambangan emas yang tersebar di seluruh Indonesia sehingga
lingkungan lebih terjaga dari polutan merkuri. (Pramesti, et al.,
2019)
Menurut Yani (2011), terdapat 3 teknik
dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi, antara lain :
1.
Stimulasi aktivitas mikroorganisme
asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrient, pengaturan kondisi
redoks, dan optimasi pH.
2.
Inokulasi (penanaman) mikroorganisme
di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan
biotransformasi khusus.
3.
Penerapan Immobilized enzymes. Bioremediasi
merkuri oleh mikroorganisme dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung
pada spesies yang terlibat.
Secara umum, bioremediasi oleh jamur
atau disebut juga mikoremediasi cendawan memanfaatkan enzim pendegradasi yang disekresi
oleh cendawan dan miselia (enzim ekstraseluler) dan proses biodegradasi
(pengurai) dilakukan di luar sel cendawan sehingga ukuran molekul dan
toksisitasnya dapat diabaikan (Onrizal 2005).
Aspergillus giganteus sendiri merupakan jamur mikroskopis (kapang) yang resisten terhadap
keberadaan beberapa logam berat seperti merkuri dan aluminium. Berdasarkan
jurnal yang ditulis oleh Primadipta dan Titah (2017), Aspergillus
giganteus resisten pada lingkungan dengan kadar aluminium sebesar 2000 mg/L
Aspergillus giganteus mampu untuk menurunkan konsentrasi aluminium pada iron
slime sebanyak 38,1%. Wow, menarik bukan ? Laju biodegradasi dalam
proses bioremediasi ini masih dapat ditingkatkan dengan penambahan bulking
agent. Bulking agent adalah bahan tambahan yang digunakan untuk
memperbaiki permeabilitas dan meningkatkan laju biodegradasi dalam proses
pemulihan. Bulking agent juga berfungsi sebagai pengatur porositas,
kelembaban, dan sumber nutrisi. Bulking agents yang digunakan berupa
serbuk gergaji, sludge sisa biogas, dan kompos. Bioremediasi dengan
penambahan serbuk gergaji halus sebanyak 500 gram menghasilkan penurunan TPH (Total
Petroleum Hidrokarbon) hingga 44% dibandingkan dengan bioremediasi tanpa
menggunakan serbuk gergaji ataupun bulking agent lainnya yakni hanya
menghasilkan penurunan TPH sebesar 20% (Primadipta & Titah,
2017).
Penerapan teknik bioremediasi ini dipilih
untuk mengatasi keberadaan limbah logam dan logam berat karena dinilai ekonomis,
cukup efektif, efisien, dan lebih ramah lingkungan. Dari pemaparan di atas
terbukti bahwa jamur (kapang) Aspergillus giganteus mampu mengatasi
permasalahan limbah logam dan logam berat di lingkungan melalui teknik
bioremediasi khususnya mikoremediasi. Di masa mendatang, semoga makin banyak
penemuan terkait mikoremediasi yang dapat diterapkan di tempat-tempat yang tercemar
polutan dan membutuhkan penanganan khusus.
Nah, itu adalah satu dari sekian banyak
jamur yang memiliki manfaat bagi kehidupan. Jadi, dengan adanya artikel ini,
sudah berapa jenis jamur yang kamu ketahui ?
DAFTAR PUSTAKA
A.C.
Guyton, J. H. (1996). Textbook of Medical Physiology. Philadelpia:
W.B. Saunders Company.
Ahmad, R. Z. (2018). Mycoremediation to Remove Heavy
Metal Pollution in Post-Mining Areas for Farmland Utilization. WARTAZOA,
41-50.
Alexopoulus,
C.J and C.W Mims. 1979. Introductory Mycology. John Wiley and Sons. New
York.
Hindersah, R., Asda, K. R., Herdiyantoro, D., &
Kamaluddin, N. N. (2018). Isolation of Mercury-Resistant Fungi from
Mercury-Contaminated Agricultural Soil. agriculture, 1-8.
https://environment-indonesia.com (Diakses 18 Maret 2020, pukul 16.37).
Onrizal. 2005. Restorasi lahan
terkontaminasi logam berat. Medan (Indonesia): e-USU
Repository.
Universitas Sumatera Utara.
Pramesti, n. R., Mustika, S., Habibah, N.,
Puspitarini, S., Serlie, M., & Aji, O. R. (2019). Mikroorganisme sebagai
agen bioremediasi limbah merkuri (Hg) penambangan emas. Prosiding Symbion
(Symposium on Biology Education), 32-37.
Primadipta, I. W., & Titah, H. S. (2017).
Bioremediasi Lumpur Alum menggunakan Aspergillus
niger dengan Penambahan Serbuk Gergaji sebagai Bulking
Agent. JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, F95-F99.
Raper,
K.B., and D.I. Fennel, 1977.The Genus Aspergillus. The William and WilkingCo.,
Baltimore.
Samson, R.A., E.S. Hoekstra, J.C.
Frisvad, and O. Filtenborg.
1995. Introduction to food
borne
fungi. 4th ed. Netherlands: Ponsen & Looyen.
Vidali, M.
2001. Bioremediation. An overview Pure Appl. Chem.Vol 73, No 7, pp.
1163-
1172.
Yani, Suryani. 2011.
Bioremediasi Limbah Merkuri Dengan Menggunakan Mikroorganisme
Pada Lingkungan yang Tercemar. Jurnal
Review. Edisi Juni Vol 1-2.
Rizka Anisa Rennytasari, 18308144012, Biologi B
Wah lengkap bgt!! Terima kasih infonya kak
BalasHapusmungkin bisa lebih dirapiin lagi kak buat naro titik duanya di bagian info jamur. semangat terus ngeblognya! 😌
BalasHapusmakasih masukannya kak Brenda. gatau kenapa pas diupload jadi berantakan :(
HapusWahh makasih banyak kak infonya, lengkap bangett..
BalasHapusNemu artikel yg memberi wawasan baru, kecil2 besar jg manfaatnya ya, terimakasih infonya kak!
BalasHapusWah mantap nih informasinya, terimakasih kak!
BalasHapusGini min, gambar pertama ada foto koloni jamurnya kan min. Nah di foto itu ada warna koloni yang putih dan ada yg kayak abu2. Nah itu apakah tetep 1 spesies yg sama? Dankenapa kok warnanya bisa beda? Makasih min
BalasHapusWaah aku baru tauu
BalasHapusBioremediasi pake jamur ini udah diterapin dimana ya? Atau baru sebatas penelitian? Makasih sebelumnya
BalasHapusWahh gitu yaa.
BalasHapusJamur ini mudah ditemukan atau ngga? Terus berbahaya nggak buat manusia?
Informasinya sangat bermanfaat, jadi bertambah wawasan pengetahuan. Terima kasih mba
BalasHapus